“Internet of Things” dan Masa Depan Dunia Pertanian
“Di masa depan, dunia pertanian akan memegang peranan penting dalam penyediaan bahan pangan bagi seluruh populasi dunia. Dan visi dari Internet of Things baru-baru ini, akan membantu dunia pertanian berevolusi dari sesuatu yang tradisional berdasarkan intuisi, menjadi modern dinamis dengan ketersediaan data yang relevan dari berbagai sumber, baik bagi para petani maupun bagi para calon konsumen”
– catatan editor –
Artikel asli dalam Bahasa Inggris oleh: Steve Lohr
Ditranslasikan ke dalam Bahasa Indonesia oleh: Edy Kesuma
Dicek dan ditinjau ulang oleh: Reopan editor
“Internet of Things” — visi dimana dunia dipenuhi dengan sensor komunikasi pintar digital — menempati puncak dalam artikel “sensasi siklus” dari situs Gartner baru-baru ini. Dan sebuah laporan yang dirilis dua bulan lalu oleh McKinsey Global Institute membeberkan potensi jutaan dolar yang bisa dihasilkan dari kemunculan teknologi baru.
Pada workshop selama dua hari di San Jose, California minggu lalu, dengan tuan rumahnya adalah National Science Foundation dan National Consortium for Data Science, beberapa orang akademisi, perusahaan teknologi dan pejabat pemerintah bertemu dan bergumul dengan isu teknis dan kebijakan yang harus ditetapkan jika potensi dari Internet of Things benar-benar terwujud. Mereka bekerja untuk mendatangkan suatu agenda penelitian yang dapat membawa perkembangan yang bermanfaat untuk menghadapi tantangan seperti keamanan, privasi, dan berbagai standar. Sekilas gambaran dari persoalan keamanan datang dua minggu lalu, ketika perusahaan mobil Fiat Chrysler menarik kembali 1.4 juta kendaraan setelah dua peneliti meretas sistem dalam Jeep Cherokee dan memperlihatkan bahwa mereka dapat mengendalikan mesinnya, rem, dan persnelingnya secara remote/jarak jauh.
Namun kelompok orang-orang dari Silicon Valley menggarisbawahi kebutuhan sosial bahwa Internet of Things bisa diarahkan dengan baik. Lance Donny, pendiri start-up teknologi pertanian bernama OnFarmSystem, memberikan pembahasan luas tentang sejarah pertanian dan mempresentasikan bagaimana pengaruh pergerakan data di masa depan. Perangkat sensor yang terjangkau, komputasi cloud dan software cerdas, dia mengatakan, memegang potensi untuk mengubah pertanian dan membantu menyediakan bahan pangan dalam menghadapi pertumbuhan populasi dunia.

Para investor atau pemilik modal tampaknya memiliki beberapa pandangan yang sama terhadap optimisme Mr. Donny. Di pertengahan tahun ini, investasi usaha dalam industri yang disebut dengan start-up teknologi pertanian telah mencapai $2.06 juta dari 228 kesepakatan, berdasarkan hasil data yang dipublikasikan minggu lalu oleh AgFunder, sebuah platform pendanaan crowdfunding untuk teknologi pertanian. Total dalam setengah tahun mendekati $2.36 juta diperoleh di tahun 2014, yang mana merupakan rekor dalam satu tahun.
Dalam presentasinya, Mr. Donny menempatkan perkembangan pertanian dalam tiga tahap. Pertama, pra-industri pertanian yang dimulai sekitar tahun 1920, dimana masih berbentuk padat karya, beresensi kehidupan pertanian dari lahan kecil, yang mana memerlukan dua are lahan untuk mencukupi kebutuhan makanan satu orang. Di tahap kedua, industri pertanian, dari rentang tahun 1920 sampai 2010, dimana mesin traktor dan mesin pengumpul hasil panen, pupuk kimia dan penelitian bibit membuka jalan yang lebar bagi pertanian komersil. Salah satu hasilnya adalah pencapaian yang besar dalam produktifitas, yang mana satu are lahan dapat mencukupi kebutuhan makanan lima orang.
Tahap ketiga, yang Mr. Donny sebut sebagai era Pertanian 3.0, baru saja berlangsung dan melibatkan penggunaan data dari banyak sumber seperti perangkat sensor pada alat-alat pertanian dan tanaman, gambar satelit dan pelacak cuaca dan lain sebagainya. Pada waktu yang tidak lama lagi, penggunaan air dan pupuk akan diukur dan diamati dengan lebih detail, dan bisa berbasis tanaman per-tanaman.
Mr. Donny yang dibesarkan dari keluarga petani di Fresno, California, yang mengembangkan pengolahan anggur dan kismis, mengatakan pendekatan data dari berbagai sumber sampai ke tahap pengambilan keputusan memperlihatkan perubahan tradisi yang signifikan. “Ini benar-benar dunia yang sangat berbeda dibandingkan hanya keluar ke mengolah lahan pertanian, mengaduk tanah lumpur dan membuat keputusan berdasarkan intuisi,” katanya.
Keuntungan yang didapat seharusnya berupa produktifitas yang lebih tinggi dan penggunaan lahan yang lebih efisien, pada penggunaan air dan pupuk. Namun selain itu, Mr. Donny mengatakan, membantu meningkatkan kepuasan pada permintaan transparansi informasi pertanian. Para konsumen, dia menggarisbawahi, semakin banyak ingin mengetahui darimana makanan mereka berasal, berapa banyak air dan bahan kimia yang digunakan, dan kapan atau bagaimana mereka dipanen. “Data adalah satu-satunya cara menyelesaikan masalah ini,” kata Mr. Donny.
Di Amerika Serikat, perusahaan besar bidang pertanian sedang membuat investasi yang cukup besar untuk memposisikan diri mereka dalam pergerakan data dunia pertanian. John Deere sebagai contoh, ingin membuatkan traktor pertanian sebuah pusat data kontrol di lapangan. Perusahaan teknologi pertanian, Monsanto, membuat gebrakan besar dengan pembelian sebesar $930 juta untuk Climate Corporation, sebuah perusahaan penganalisa cuaca yang didirikan oleh dua alumnus Google. Para petani Amerika mulai merangkul teknologi, walaupun seringkali dengan sikap berhati-hati.
Namun yang paling menarik dari penggunaan teknologi mungkin ada di luar Amerika Serikat. Di tahun 2050, populasi dunia diperkirakan mencapai sembilan milyar orang, naik dari 7.3 milyar saat ini. Akan ada banyak populasi yang mulai masuk ke golongan kelas menengah, khususnya di China dan India, dan mereka tentu akan mulai mengadopsi kebiasaan konsumsi para golongan kelas menengah, seperti mengkonsumsi lebih banyak daging, yang tentu juga memerlukan leih banyak konsumsi gandum atau beras, dimana berdampak pada penambahan beban konsumsi dunia.
Untuk mengurangi selisih beban konsumsi, produktifitas pertanian di seluruh dunia harus mengalami peningkatan dari 1.5 ton gabah per are menjadi 2.5 ton di tahun 2050, sesuai dengan penjelasan dari Mr. Donny. Produktifitas pertanian Amerika sudah berada diatas level itu, dimana 2.75 ton gabah per are.
“Namun anda tidak bisa mengambil model pertanian Amerika dan menerapkannya di bagian dunia lain,” kata Mr. Donny, mencatat bahwa pertanian di Amerika merupakan bentuk padat modal dan dengan skala yang besar. Rata-rata ukuran lahan pertanian di Amerika Serikat adalah sekitar 450 are. Di benuar Afrika, rata-rata lahan pertanian mereka sekitar dua are.
“Bagian dunia lain harus bisa mencapai produktifitasnya dari penggunaan data,” katanya.
Harapan penggunaan sensor tanah yang murah, kata Mr. Donny, akan membantu dan juga meningkatkan penggunaan pencitraan satelit yang mutakhir dan tidak mahal. Mesin pertanian yang berat dan besar, dia bersikeras, tidak akan terlalu dibutuhkan. Hasil yang lebih tinggi dan pengurangan pemborosan dapat diperoleh dengan penggunaan informasi yang lebih baik seperti kondisi cuaca, kondisi tanah dan permintaan pasar untuk hasil pertanian yang spesifik, yang bisa dikirimkan hanya dengan menggunakan sarana telepon seluler.
“Mereka dapat meloncati langsung beberapa siklus pembelian,” katanya, “ dan lebih baik dibandingkan dengan bergantung pada sistem seperti Watson,” mengaitkannya dengan layanan cloud penjawab otomatis dari IBM.