India Menggantikan China Sebagai Tujuan Besar Selanjutnya Perusahaan-Perusahaan Teknologi Amerika
“Sekilas jika kita ingin mengetahui seberapa pesat perkembangan teknologi India, mungkin anda bisa melihat dari tampilnya orang-orang India di jajaran petinggi perusahaan besar Teknologi di Amerika. Lihat saja CEO Microsoft, Satya Nadella dan juga CEO Google, Sundar Pichai. Ditambah dengan dukungan dari Perdana Menterinya, Narendra Modi, yang sangat mendukung perkembangan teknologi di negaranya. Maka tidak heran jika saat ini, India menjadi magnet bagi perusahaan-perusahaan teknologi besar untuk datang ke negara dengan jumlah penduduk terbanyak no. 2 di dunia ini”
– catatan editor –
Artikel asli dalam Bahasa Inggris oleh: Vindu Goel
Ditranslasikan ke dalam Bahasa Indonesia oleh: Edy Kesuma
Dicek dan ditinjau ulang oleh: Reopan editor
Perusahaan-perusahaan teknologi Amerika berusaha mati-matian mendapatkan orang-orang seperti Rakesh Padachuri dan keluarganya.
Mr. Padachuri, yang bekerja dalam bisnis konstruksi di kota Bangalore, pusat industri teknologi di India, menggunakan smartphonenya untuk memesan tiket film melalui BookMyShow dan juga pizza dari Domino’s. Istrinya, Vasavi, memesan pakaian dari Myntra dan Amazon.com, dan mendownload video dan beberapa permainan dari YouTube dan Google Play Store untuk menghibur anak perempuannya yang baru berusia 4 tahun. Kakak iparnya, Sonika, menikmati postingan selfie-nya di Facebook dan mengikuti video YouTube Lilly Singh, seorang komedian Indo-Kanada.
Mereka semua selalu terhubung melalui sebuah grup chat yang mereka atur sebelumnya di WhatsApp, sebuah layanan pesan gratis yang dimiliki oleh Facebook. “Tidak perlu saling menelepon satu sama lain lagi,” kata Mr. Padachuri minggu lalu saat wawancara di rumahnya, yang ada di sebelah Hotel Best Western. Hampir tidak ada keperluan untuk meninggalkan rumah – bahan-bahan makanan, kue ulang tahun, bahkan seorang penata rambut bisa dihadirkan melalui sebuah aplikasi.
Kecintaan keluarga Padachuri pada bantuan teknologi menjelaskan mengapa India dan 1.25 milyar penduduknya menjadi peluang pertumbuhan paling dicari – atau diibaratkan China yang baru – oleh perusahaan-perusahaan teknologi Amerika. Diblokir dari China atau frustasi oleh tuntutan berat dari pemerintahan negara itu, perusahaan-perusahaan seperti Facebook, Google dan Twitter, sebagaimana juga para startup dan para investor, melihat India sebagai potensi besar selanjutnya.
“Mereka sedang melihat India, dan mereka berpikir, ‘Lima tahun lalu memanglah China, dan mungkin saya ketinggalan perahu disana.’ Sekarang saya memiliki kesempatan untuk melakukan hal ini,” kata Punit Soni, seorang mantan eksekutif Google yang terpikat untuk kembali ke India baru-baru ini untuk menjadi seorang kepala produk dari Flipkart, sebuah startup e-commerce Bangalore yang mirip dengan Amazon.

Meningkatnya daya tarik India, yang saat ini merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, adalah hal yang perlu digarisbawahi akhir-akhir ini.
Dalam sebuah pertemuan di Seattle pada hari Rabu dengan para eksekutif perusahaan teknologi Amerika, Presiden China, Xi Jinping, tetap kukuh pada kebijakan pemerintah Internetnya yang ketat.
Perdana Menteri India, Narendra Modi, di sisi lain, memberikan daya tarik yang lebih hangat dalam kunjungannya ke Amerika.
Setelah kunjungan di kota New York, dia langsung menuju ke Silicon Valley, dimana dia mengunjungi perusahaan Tesla dan menghadiri makan malam dengan para pemimpin teknologi seperti Satya Nadella dari Microsoft dan Sundar Pichai dari Google.
Pada hari Minggu, Mr. Modi ikut berpartisipasi dalam diskusi di balai kota dengan Mark Zuckerberg, kepala eksekutif Facebook. Dia juga berencana untuk singgah ke Google dan ke Universitas Stanford, berbaur dengan para pengusaha dan menyapa arena yang penuh dengan 18,000 orang di San Jose, California, sebelum terbang kembali ke kota New York untuk bertemu dengan Presiden Obama di hari Senin.
“Bagi India agar bisa terus membuat kemajuan, perlu menjadi pemimpin secara online,” kata Mr. Modi selama acara di Facebook. Dia mengakui bahwa perusahaan-perusahaan teknologi seperti Facebook tidak menghubungkan orang-orang karena altruisme murni (keyakinan membantu tanpa pamrih untuk kesejahteraan orang lain), namun demikian dia memberitahu Mr. Zuckerberg, “Saya berharap hal ini bukan hanya sesuatu yang digunakan untuk menambah pundi-pundi uang perusahaan anda.”
Secara keseluruhan pesan yang disampaikan Mr. Modi ke Silicon Valley, yang diposting secara reguler di Twitter dan Facebook yaitu: Membantu India untuk menjadi sebuah sumber penggerak Internet.
Jika dilihat dari dua tahun lalu, India muncul sebagai negara digital adalah sulit untuk dibayangkan. Penetrasi internetnya sangat rendah, jaringan telepon seluler yang lambat, dan smartphone tampak seperti kedipan kecil di tengah laut peredaran telepon model standar.
Namun demikian sejak 2013, jumlah pengguna smartphone di India menggelembung dan akan mencapai 168 juta orang tahun ini, firma penelitian eMarketer memprediksikan, terdapat 277 juta pengguna internet di India secara keseluruhan.
India telah menggunakan lebih banyak pencarian mobile dengan Google dibandingkan negara-negara lain kecuali Amerika Serikat. Namun begitu “kami baru-baru ini telah mulai mencapai permukaan dari ketersediaan akses Internet bagi banyak orang,” kata Amit Singhal, wakil presiden Google yang mengawasi bidang pencarian, yang pindah dari India ke Amerika 25 tahun yang lalu.
Mencapai Milyaran Orang yg Belum Terhubung
India sudah lama menyukai bentuk keterhubungan antara satu orang dengan yang lain, berdasarkan laporan pertumbuhan dari media sosial awal seperti Friendster. Jadi tidak mengejutkan jika Facebook telah mampu mencapai 132 jutaan pengguna di India, dimana hanya tertinggal dari Amerika Serikat.
Namun kehadiran Facebook di India berjalan lebih jauh lagi. WhatsApp, layanan pesan singkat yang dibeli Facebook tahun lalu dengan harga hampir $22 milyar, telah menjadi aplikasi paling populer di negara tersebut, yang menawarkan layanan pesan teks dan telepon gratis di tempat dimana banyak orang hanya mendapatkan beberapa dolar per hari. Facebook Messenger menjadi aplikasi no. 2 terpopuler, sesuai laporan analisis dari firma App Annie.
Dan itu baru sedikit menyentuh ambisi Facebook di India. “Kami ingin lebih berfokus pada miyaran orang yang belum terhubung,” kata Kevin D’Souza, kepala pengembangan dan kerjasama mobile Facebook di India.
Untuk mencapai orang-orang ini, Facebook menawarkan versi dasar dari layanannya yang bekerja pada ponsel sederhana dan jaringan yang lambat. Di bawah payung yang disebut dengan Internet.org, Facebook juga bekerja dengan operator seluler lokal untuk menawarkan paket layanan internet gratis, termasuk berita, informasi daftar pekerjaan dan aplikasi pesan teks-saja dan media sosialnya yang ditujukan kepada mereka yang tidak mampu menjangkaunya.
India masih menghadapi banyak tantangan. Internet.org datang dengan beberapa penolakan dari beberapa regulator dan para aktivis yang mengkhawatirkan bahwa Facebook lebih mengedepankan layanannya. Dan meskipun dengan adanya pendekatan dari Mr. Modi, lembaga pemerintah tetap melakukan sensor konten-konten yang mereka pertimbangkan tidak pantas atau terlalu menyerang. Tahun lalu, Facebook menerima 10,792 permintaan dari pemerintah India untuk menghapus informasi-informasi, yang jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan negara lain.
Menghasilkan uang juga sangat sulit di India, dimana jumlah uang yang dibelanjakan untuk iklan digital diharapkan mencapai $940 juta tahun ini, sesuai data dari eMarketer – sebuah potongan kecil dari $85 milyar yang diperkirakan dibelanjakan di Amerika Serikat.
Saat pendapatan masih kecil sejauh ini, perusahaan-perusahaan internet mengatakan mereka sedang memainkan permainan yang panjang, dimana masih berfokus untuk mendapatkan lebih banyak orang secara online dan memperoleh keuntungan nantinya.
Google sebagai contoh, menginginkan 500 juta warga India terhubung secara online di tahun 2017. Sebagian besar dari pengguna baru ini akan menggunakan ponsel bersistem operasi Google Android, yang akan menyumbang sebagian besar pangsa pasar smartphone di India. Hal ini akan membantu Google bisa memamerkan layanannya yang lain kepada para pengguna ini, seperti pencarian dan YouTube, serta menampilkan banyak iklan.
“Kami selalu percaya apa yang baik bagi Internet juga berdampak baik bagi Google,” kata Sandeep Menon, kepala pemasaran Google di India, dalam sebuah wawancara di kantor perusahaan di Gurgaon, di luar New Delhi.
Upaya untuk membuat semakin banyak orang India terhubung secara online, telah memaksa perusahaan-perusahaan teknologi untuk memperhitungkan ulang beberapa asumsi dasar.
Hanya satu dari enam orang India mengenal bahasa Inggris yang bisa menjelajahi halaman-halaman web dengan bahasa tersebut. Namun hanya ada sedikit halaman web berbahasa Hindi (salah satu dari 21 bahasa resmi di India). “Terdapat lebih banyak halaman web berbahasa Estonia dibandingkan dengan bahasa Hindi,” kata Mr. Menon.
Google, Facebook dan Twitter telah menambahkan dukungan untuk lebih banyak bahasa India dan agar mendorong para developer dan pengguna untuk lebih banyak membuat konten berbahasa lokal.
Untuk dapat mengatasi koneksi data mobile India yang lambat, yang mana dapat berjalan pada seperseratus kecepatan koneksi yang ada di Amerika, Google meng-kompres halaman web di servernya sehingga dapat mengurangi pemakaian 80 persen data dan menampilkan halaman empat kali lebih cepat dari biasanya.
Sama halnya juga, orang-orang tetap dapat mendownload video YouTube ketika mereka menggunakan internet kecepatan tinggi, seperti Wifi di sekolah atau tempat kerja, dan menyimpannya untuk ditonton nanti secara offline.
Tentu saja, hal-hal tersebut tidak bisa diterapkan pada orang-orang yang belum pernah menggunakan Internet. Untuk mencapai mereka, Google membentuk sebuah kerjasama dengan perusahaan Intel dan yayasan kemanusian lokal mengirimkan pengajar wanita, yang berkeliling menggunakan sepeda ke ribuan desa-desa untuk mengajari perempuan pedesaan tentang internet. Sejauh ini, 200 pesepeda lengkap dengan tablet bertenaga surya dan smartphone telah menyusuri jalan-jalan, dan Google berharap dapat meningkatkan angkanya menjadi 10.000 orang.
Pasar Internet India yang belum dewasa memberikan kesempatan bagi perusahaan seperti Twitter, yang baru memiliki 20 juta pengguna di negara tersebut, untuk memperlakukannya seperti sebuah laboratorium percobaan.
“Jika anda mulai dari sebuah papan tulis yang masih bersih, maka seperti apa seharusnya tampilan Twitter?” tanya Valerie Wagoner, direktur senior pertumbuhan Twitter, yang bergabung dengan perusahaan setelah startupnya ZipDial yang berbasis di India, di akusisi Twitter.
Ratusan juta orang di India masih menggunakan ponsel dasar yang tidak menjalankan aplikasi, tapi mereka bisa menerima pesan teks secara gratis. Menggunakan teknologi yang dirintis oleh ZipDial, Twitter membuat orang-orang dapat melihat tweet atau kicauan tentang bintang cricket, politisi atau berbagai merk pasar dengan memanggil suatu nomor telepon khusus, lalu dengan segera menutupnya. Informasi tweet berikutnya akan dikirimkan melalui pesan teks. Di bulan Maret, Twitter bergabung dengan pemerintah untuk menyediakan layanan bagi setiap orang yang memiliki ponsel yang mana bisa menerima teks informasi tweet dari Mr. Modi dan lusinan berita resmi dari kabinetnya.
Bulan lalu, Twitter mulai mencoba sebuah ide baru di India – sebuah label tweet yang keseluruhannya dibuat dari berita. Idenya adalah menempatkan ulang Twitter sebagai layanan berita, daripada sebuah kumpulan informasi acak dari berbagai akun yang tidak teratur.
Twitter berharap dengan percobaan seperti ini akan membantu mereka menemukan cara bagaimana mengedukasi pendatang baru secara global tentang nilai yang dimiliki layanannya, kata Amiya Pathak, salah satu founder ZipDial dan direktur manajemen produk Twitter.
“Disini adalah pasar dimana kami bisa melakukan uji coba,” kata Mr. Pathak. “Buktikan terlebih dahulu di India, dan setelah anda berhasil membuktikannya, bawalah penerapannya ke target pasar lainnya.”