Teknologi Google Wallet, Strategi Yang Belum Tepat
“Menjadi pelopor suatu teknologi bukan jaminan untuk sukses. Selain memberi kemudahan, teknologi baru semestinya memiliki keselarasan dengan kenyamanan privasi konsumen, bukan dengan mengeksplorasinya secara bebas.”
– catatan editor –
Artikel asli dalam Bahasa Inggris oleh: Tim Bajarin
Ditranslasikan ke dalam Bahasa Indonesia oleh: Taufik Al
Dicek dan ditinjau ulang oleh: Reopan editor
Segera setelah Apple mengumumkan iPhone terbaru yang dilengkapi dengan fitur NFC serta menjelaskan bagaimana cara kerja Apple Pay, banyak yang berpendapat bahwa Apple telah tertinggal dari Google yang sudah lebih dulu meluncurkan Google Wallet tiga tahun yang lalu. Pendapat ini boleh jadi ada benarnya, namun ini belum mengungkap mengapa Google Wallet yang menjadi pionir sistem pembayaran mobile tidak berhasil meraih sukses dipasaran.
Untuk mengungkap hal ini, saya berbicara kepada beberapa rekan saya di bank-bank terkemuka dan mereka menjelaskan bahwa kegagalan tersebut disebabkan oleh model bisnis yang diterapkan Google. Pada saat Google meminta bank-bank untuk mendukung layanan teknologi Google Wallet, mereka menjelaskan bahwa pihak bank akan diminta untuk mengirimkan data belanja pelanggan dan data pribadi lainnya yang akan Google gunakan untuk menyasar iklan pada para pelanggannya. Selain masalah privasi, pihak bank juga tidak mendukung cara Google yang meminta semua data belanja untuk mendapatkan keuntungan dari iklan. Sebagai konsekuensinya, Sebagian besar bank tidak ingin menjadi perantara sehingga dalam banyak kesempatan bank-bank tersebut tidak sepenuhnya mendukung Google Wallet.

Ini menjadi masalah yang sangat penting bagi konsumen dikarenakan cara yang digunakan Google dalam mengetahui kebiasaan konsumen dirasa amat mengganggu. Bagaimanapun juga, Model seperti inilah yang menjadi model bisnis Google. Semakin banyak mereka mendapatkan informasi mengenai konsumen maka semakin banyak mereka bisa menggaet konsumen dengan iklan. Sekarang saya mulai menyadari bahwa dalam banyak kesempatan, konsumen bisa jadi ingin untuk melihat iklan tersebut. Saya sering menggunakan Amazon.com dan saya memberi izin untuk tidak saja mengecek barang belanjaan saya tetapi juga untuk memberi rekomendasi berdasarkan barang-barang yang saya beli sebelumnya. Hal serupa juga coba dilakukan Google sekalipun jangkauannya lebih luas.
Untuk Apple Pay sendiri, pihak Cupertino mengatakan bahwa Apple Pay tidak akan meminta informasi pribadi melainkan hanya menghubungkan transaksi melalui kupon atau kode satu kali pakai yang terjamin keamanannya.
“Beberapa tahun lalu, pengguna layanan internet mulai menyadari bahwa ketika ada sebuah layanan online gratis, maka mereka tidak menjadi pelanggan”. Dalam websitenya, CEO Apple mengatakan “Andalah yang menjadi produknya. Namun di Apple kami percaya bahwa pengalaman pengguna yang baik tidaklah mengorbankan privasi. Model bisnis kami sangatlah jelas: kami menjual produk-produk berkualitas. Kami tidak membangun sebuah profil berdasarkan konten email ataupun riwayat internet anda dan kemudian menjualnya ke pengiklan. Kami tidak “meng-uangkan” Informasi yang anda punya di iPhone ataupun iCloud. Dan kami tidak membaca email atau SMS anda untuk mengambil informasinya. Perangkat lunak dan layanan kami dirancang untuk membuat perangkat kami lebih baik. Sesederhana itu.”
Cook melanjutkan “Satu bagian kecil dari bisnis kami melayani para pengiklan, dan itu adalah iAd. Kami membangun jaringan pengiklan dikarenakan sebagian pengembang aplikasi bergantung pada model bisnis tersebut, dan kami tetap memberi dukungan kepada mereka seperti Layanan gratis iTunes radio. iAd tetap berpegang pada kebijakan privasi yang diterapkan pada setiap produk Apple. kami tidak mengambil data dari perangkat rumah dan kesehatan, Maps, Siri, iMessage, riwayat panggilan, ataupun layanan iCloud seperti Kontak atau Mail, dan anda diberikan kebebasan untuk menggunakannya atau tidak sama sekali.”
Jika kita bandingkan model bisnis Google dengan Apple, maka akan lebih mudah untuk dipahami mengapa Google Wallet gagal menarik minat pasar dan bank-bank serta mengapa Apple Pay berpotensi untuk mendobrak industri sistem pembayaran. Bagaimanapun, mencuat suatu dilema bagi Google dan mitranya yang sudah tentu tidak ingin mengalah dengan Apple Pay. Masalah terbesarnya adalah bukan pada upaya google untuk menjadi perantara antara konsumen dan distributor dan hanya mengambil sedikit keuntungan. Yang ingin mereka peroleh dari sebuah transaksi ialah ketika anda membeli sebuah mesin pemotong rumput maka mereka bisa mengirimkan anda iklan mengenai pupuk serta alat berkebun lainnya. Atau ketika anda membeli lobster mereka akan mengirimkan anda iklan tentang pesta lobster di pantai.
Beberapa vendor perangkat keras Android mengatakan bahwa mereka belum mengetahui bagaimana Google akan merespon tantangan dari Apple. Mereka setuju bahwa jika Google mengikuti model bisnis Apple Pay maka hal tersebut akan berlawanan dengan model bisnis yang selama ini telah mereka terapkan serta mereka akan kehilangan keuntungan dari layanan transaksi Google Wallet. Tanpa data pembelian dari konsumen, maka mereka tidak akan bisa menyasar iklan untuk konsumen.
Saya rasa google tidak akan menyerahkan begitu saja pasar transaksi mobile kepada Apple tanpa perlawanan. Namun saya juga tetap yakin bahwa Google tidak akan mengganti model binsnisnya. saat ini, nampaknya Apple lebih berpotensi merajai sektor transaksi mobile bila dibandingkan dengan pesaing terberat mereka, Google.
Mari kita tunggu sampai Apple Pay diluncurkan pada bulan Oktober. Menarik untuk dinanti bagaimana Google dan para mitranya akan merespon hal ini.