Bagaimana Seorang Kakek Mencoba Menggunakan Internet
“Internet sering membuat bingung pengguna awam, bahkan yang sudah terbiasa sekalipun. Tapi dengan pendekatan rasa ingin tahu dan pertanyaan tanpa rasa malu, akan membantu kita memahami teknologi dengan lebih baik”
– catatan editor –
Artikel asli dalam Bahasa Inggris oleh: Hillary Reinsberg
Ditranslasikan ke dalam Bahasa Indonesia oleh: Edy Kesuma
Dicek dan ditinjau ulang oleh: Reopan editor
Hi, Another mystery for me.
Do i have Twitter? Should i have this account? If so what is it for?
How do i set it up?
Thanks Grandpa
Diatas adalah kutipan email yang saya terima siang ini tanggal 14 September dari kakek saya. Beliau meneruskan pesan yang didapat dari Twitter, dimana beliau memiliki sebuah akun yang jarang digunakan. Namun beliau tidak puas jika hanya membiarkan email itu berada disana. Beliau memerlukan pengertian dan ingatan mengapa dan bagaimana sampai membuat akun twitter, dan untuk tujuan apa beliau akan menggunakannya.
Kakek saya, yang bulan depan akan berumur 98 tahun, menggunakan pendekatan ini pada komputer dan internet (semenjak kami memberikan beliau sebuah komputer Mac pada waktu yang tidak disepakati) yaitu, suatu bentuk rasa ingin tahu yang tidak pernah berhenti dan pertanyaan tanpa rasa malu.
Sebagai hasilnya, beliau benar-benar terampil dalam berinternet.
Selain twitter, kakek saya yang sekarang menggunakan Mac di kamar tidur tua ayah saya di rumahnya di Utara Kota New York, juga telah memiliki akun Facebook dan Blogspot, dimana pada beberapa waktu beliau menggunakannya untuk saling berbagi pemikiran tentang harga minyak dunia. Bersama, kami menggunakan Google Map untuk mengidentifikasi rumah nenek di sebuah desa kecil di Jerman dimana dulu beliau menghabiskan waktu musim panas saat masih anak-anak. Di Ancestry.com, kami menggali informasi daftar penumpang kapal yang membawa beliau ke New York pada April 1937, sebuah manifes dari penerbangan Pan-Am yang beliau lakukan pada tahun 50-an, sebuah fotokopi surat pemberitahuan naturalisasi sebagai warga negara Amerika Serikat.

Ketika saya memberitahukan kepada beberapa teman bahwa email ini adalah salah satu cara saya untuk sering berkomunikasi dengan kakek, seorang pria yang lahir di pertengahan perang dunia I, mereka seringkali terkejut. Namun penggunaannya terhadap internet, pada intinya tidak berbeda dengan cara saya menggunakannya. Beliau mungkin menggunakan keyboard ekstra lebar dimana saya hanya mengetik dengan sebuah iPhone, tetapi rasa frustasinya seringkali sama, yaitu dimana sering mengalami lupa password, bug pada aplikasi, mencoba mengingat apa yang sedang dicari di Google saat akan mencari artikel yang spesifik. Kami berdua menolak mengupdate sistem operasi terbaru Apple lebih lama daripada yang seharusnya.
Dan seperti seorang troubleshoot yang baik, beliau bahagia ketika masalah bug sudah terselesaikan. Pada 13 Oktober 2011 beliau menulis:
Hi, Happy to report that my “send” button on the computer is working again
Love Dad Grandpa
Sebagain besar email tidak terlalu pendek, seringkali penjelasan panjang dari sebuah topik yang saya tahu benar-benar menarik minat beliau. Kebanyakan menyangkut tentang sejarah perang salib, penelitian genetika dan kadang-kadang artikel dari surat kabar New York Times. Dilihat dari tampilan arsip email saya terdapat beberapa baris subject/topik: “Facebook”, “Badai Salju”, “Kisah Hidup Saya”, “Email Saya Tanggal 3/15”, “Google”, “Printer Saya”, dan “Ringkasan Saya Tahun 1982”.
Email-email tersebut adalah salah satu cara agar komunikasi tetap terjalin, tetapi tidak untuk saling berbagi informasi tentang apa menu sarapan anda di pagi hari atau bagaimana hasil kunjungan ke dokter. Seperti orang yang terbiasa online, beliau mengetahui berbagai hal kecil pembicaraan yang terlihat canggung di internet.
Ini yang dapat saya beritahukan bahwa internet adalah bukan sesuatu yang baru bagi kakek saya, beliau sudah terbiasa kira-kira hampir sama lamanya dengan saya, dan beliau tidak menggelengkan kepalanya atau menganggkat tangannya saat menyebutkan suatu aplikasi baru. Terlebih, beliau lebih memfokuskan perhatiannya ke persoalan yang berbeda. Bagaimana publikasi online dapat menghasilkan uang? Apa demografis dari audiens web anda? Beliau mungkin telah lupa apa yang Twitter dapat lakukan, namun pertanyaannya tentang berbagai publikasi online yang juga merupakan tempat saya bekerja, hampir sebagian besar lebih tajam dibandingkan dengan setengah atau seperempat orang yang seumur dengannya.
Meskipun internet telah membuatnya bingung beberapa kali (Tidakkah kita juga begitu?), mempelajarinya telah memberikan beliau beberapa keuntungan yang tidak terduga. Pada tahun 2010, Kakek saya menerima pesan Facebook dari seorang wanita yang dulunya seorang guru di Kreuzgasse, sekolah dasar tempat kakek saya saat di Cologne, Jerman, tahun 1920-an dan awal 30-an. Dengan muridnya, guru tersebut memberitahukan, dia sedang menyusun pameran tentang apa yang terjadi pada siswa sekolah Yahudi selama periode Nazi. Daftar siswa Yahudi sangat sedikit, dan ketika keponakan saya mengatur halaman Facebook kakek, mereka menambahkan data Kreuzgasse dalam kolom pendidikan pada bagian profilnya. Guru tersebut, Silke, menemukan “Kurt Reinsberg” di Facebook dan mengirim sebuah pesan. Dia sangat terkejut ketika mendapatkan sebuah jawaban. Beberapa bulan setelahnya, kami mengatur sebuah video call menggunakan Skype dengan Silke yang berlangsung hampir tiga jam lamanya.
Kakek saya meninggalkan sekolah tersebut pada pertengahan tahun 1930-an, atas keinginannya sendiri. Sebagai satu-satunya anak yang tertarik pada politik dan geografi, beliau membaca semua surat kabar yang dapat diperoleh, dan karena situasi politik di Jerman mulai berubah, beliau mulai menghadiri rapat umum dan pertemuan yang berkaitan dengan hal itu, bukan sebagai aktivis, tapi sebagai seorang pengamat. Ketika pemimpin Nazi daerah turun ke kota, beliau bertanya ke seorang teman – yang saat diberi tahu bahwa temannya itu bergabung dengan partai hanya karena pelajaran gratis berkuda yang bisa dia dapatkan – apakah dia dapat menyelinapkan kakek saya untuk menyaksikan pidato tersebut. Saat pemimin daerah berbicara tentang rencana mendatang dan mengatakan bahwa tidak ada masa depan untuk Yahudi di Eropa, kakek saya pulang ke rumah dan memberi tahu orang tuanya bahwa beliau ingin segera pindah.
Ketika nenek buyut saya pergi menemui kepala sekolah, dia mengatakan itu bukanlah ide yang buruk. Dari sana, beliau menghabiskan beberapa tahun dengan kemauannya sendiri di sekolah di Belgia, dimana dia dilahirkan dan beberapa waktu di Amsterdam, sampai benar-benar mendapatkan tiket ke New York pada tahun 1937. Beliau berangkat dengan uang sekitar $30 dan sebuah kamera Leica.
Hidup tidak melambat dari sana, beliau menghabiskan hampir satu dekade hidup di Mexico, melakukan perjalanan ke China pada tahun 1950-an, dan sebagai salah satu point dalam subjek penyelidikan singkat FBI, detail dari yang telah beliau pelajari ketika menyerahkan data “Freedom of Information Act Request” semua file yang berkaitan dengan dirinya beberapa dekade lalu. Kurang lebih sama seperti rasa ingin tahu yang tidak pernah berhenti dan pertanyaan tanpa rasa malu.
Internet, sering dipuji sebagai tempat untuk generasi muda dan sumber kebingungan tanpa akhir, sesungguhnya telah menjadi tempat yang baik bagi orang-orang tua. Salah satunya, tempat untuk mengakses informasi tanpa batas (berpadan baik dengan adanya waktu luang). Dan adanya kemampuan untuk mengikuti perkembangan dunia luar yang mana semakin sulit untuk didatangi dan dilihat, dan kesempatan untuk melatih otak seseorang. Tetapi yang lebih penting, hal ini membuat seseorang terkoneksi. Seperti contoh kasus kakek saya, dimana bersekolah dasar di Jerman, teman-teman lama di Mexico dan seorang tingkat delapan dari ujung blok yang beliau bayar untuk kursus komputer setiap minggu. Dan tentu saja, ke-enam cucunya, dimana sekurangnya setengah dari mereka bekerja dengan karir yang berkaitan dengan era-internet. Seberapa banyak orang yang mendekati umur 98 tahun yang anda tahu sadar akan industri periklanan mobile?
Pada bagian saya, saya menyadari bahwa internet adalah tempat yang bagus untuk meninggalkan suatu warisan. Album foto memang bagus, namun dengan email dapat memberi tahu anda tentang siapa orang tersebut. Saya pikir saya juga akan menyimpan email kakek saya untuk generasi mendatang.